Tim Forensik Polda NTT Lakukan Otopsi 2 Jenazah Dalam Kasus Berbeda

Tim Forensik Polda NTT Lakukan Otopsi 2 Jenazah Dalam Kasus Berbeda

Tribratanewsflorestimur.com – Polres Flotim, senin (30/07/2018) Pukul 10.00 s/d 16.00 wita telah berlangsung pembongkaran kuburan untuk autopsi 2 Jenasah yang dipimpin langsung oleh Kapolres Flotim AKBP Arry Vaviriyantho, S.IK, M. Si. Hadir dalam giat Waka Polres Flotim KOMPOL Gede Putra Yase,  SH, Kabag Ren KOMPOL Maria Sarina Romakia, Kasat Reskrim IPTU Nengah Lantika, KBO Reskrim IPDA Hendrikus Niron, Kanit PPA Ipda Emanuel Kia Belen, Kasat Binmas AKP Muh R.  Suksin dan 33 personil Polres Flotim yang melaksanakan pengamanan.

IMG_0509 Tim Forensik Polda NTT yang dipimpin Kasubdit Dokpol Biddokkes Polda NTT KOMPOL Dr.  Ni Luh Putu Eny Astuti bersama Paur DVI Dokpol Biddokkes Polda NTT AIPTU Pius Pala,  Amd. Kep. yang didampingi Dokter mitra Polres flotim Dr.Marcela Dewita P. Tokan dan Paur Kes Res Flotim BRIPKA Oskar A. Lobo, AMK melakukan otopsi terhadap 2 (Dua) jenazah sekaligus.

Tim Forensik Polda NTT didatangkan khusus atas permintaan dari Polres Flotim untuk autopsi dua (2) Jenazah antara lain jenazah Alm Maria Sutami Kartika bertempat di Desa Lamanabi, kec. Tanjung Bunga, Kab. Flotim dan jenasah alm bayi an. Maria julian, anak dari ny. MON bertempat di Kel. Weri, kec. Larantuka, Kab. Flotim.

Kapolres Flotim AKBP Arry Vaviriyantho, S.IK, M. Si.menjelaskan bahwa Otopsi adalah prosedur medis yang dilakukan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh pada tubuh orang yang telah meninggal. Prosedur ini biasanya dilakukan untuk  mengetahui penyebab dan cara orang tersebut meninggal. Umumnya otopsi dilakukan jika kematian seseorang dianggap tidak wajar.

IMG_0541 Hal ini sejalan dengan Pasal 134 ayat (1) KUHAP mengatur, “Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban."

Apa yang dilakukan oleh penyidik adalah sesuai dengan prosedur ditemukannya kecurigaan terhadap kematian korban (baik kasus Tanjung bunga maupun Weri) sehingga dapat disinkronkan nantinya dengan keterangan para saksi - saksi dan tersangka maupun calon tersangka, hal ini akan semakin mempersempit ruang gerak tersangka maupun calon tersangka untuk mengelak dari memberi keterangan palsu atau keterangan yang menyesatkan penyidik.